Kantor Berita Internasional Ahlulbait -ABNA- Khaled Abd al-Majid, Sekjen Koalisi Gerakan Nasional Palestina, dalam wawancara dengan ABNA menegaskan bahwa konferensi Sharm el-Sheikh hanyalah upaya menutupi proyek baru Donald Trump untuk Timur Tengah. Ia menyebut pertemuan yang dihadiri puluhan pemimpin Arab dan Barat itu dirancang guna membungkus skenario politik dan ekonomi AS di Gaza dengan kedok “perdamaian”, termasuk menyiapkan dana miliaran dolar dari negara-negara Arab untuk rekonstruksi Gaza yang akan berada di bawah pengawasan Washington.
Menurutnya, pertemuan itu juga dimaksudkan untuk memperluas Perjanjian Abraham dan mendorong normalisasi baru dengan Israel, sambil menekan perlawanan Palestina agar menyerahkan senjata dan kekuasaannya di Gaza. Abd al-Majid menyebut skema ini berpotensi menciptakan bentuk baru penjajahan melalui “pengawasan internasional” atas Gaza dengan penempatan pasukan asing. Ia menilai hal itu akan ditolak rakyat dan kelompok perlawanan Palestina karena bertentangan dengan prinsip kemerdekaan mereka.
Terkait absennya Iran dan Hamas, Abd al-Majid menilai keputusan Teheran untuk menolak undangan Presiden Mesir adalah langkah tepat, sebab Iran tidak ingin dijadikan legitimasi bagi proyek Amerika dan Israel. Sementara Netanyahu memilih tidak hadir untuk menjaga citra rezimnya di tengah tekanan politik internal. Ia menegaskan bahwa perlawanan Palestina tetap kuat dan bahwa rakyat Palestina tidak akan tunduk pada proyek-proyek politik yang mengorbankan hak-hak mereka.
Abd al-Majid menutup dengan menilai bahwa apa yang disebut “kesepakatan damai” itu hanyalah ilusi. Menurutnya, Israel gagal mencapai tujuannya di Gaza meski telah melakukan genosida, karena keteguhan rakyat Palestina dan dukungan poros perlawanan dari Lebanon, Yaman, Irak, hingga Iran. Ia yakin tahapan kedua dari kesepakatan ini akan menghadapi rintangan besar dan menandai awal dari kehancuran internal rezim Zionis yang kini semakin terisolasi di mata dunia.
Your Comment